Penjual makanan keliling kini jadi juragan kerupuk
Rabu,2015-06-10,08:37:04
ilustrasi
(Berita Dunesia) Ramalius meninggalkan profesi pedagang makanan harian keliling menjadi pembuat kerupuk merah pada 2004.
Ia belajar dengan mengamati langsung di tempat pembuatan kerupuk merah.
Dengan
modal awal Rp15 juta, kini setelah 11 tahun menggeluti usaha itu, tak
kurang dari 30 ton kerupuk merah berhasil diproduksi dalam satu bulan
dengan omzet mencapai Rp150 juta.
Memang
kerupuk merah hanya makanan pelengkap yang lazim dijumpai saat menyantap
lontong sayur, lontong pecal, nasi goreng, soto, mi goreng hingga mi
rebus hingga nasi ampera.
Akan tetapi, berkat
kejeliannya saat menjadi penjaja makanan harian keliling yang melihat
tingginya permintaan, kini kerupuk merah buatan Ramalius dengan merek
Tiga Putri sudah dipasarkan hingga ke Bandung dua ton setiap bulan.
"Kerupuk
merah susah mendapatkannya, permintaan tinggi dengan modal nekat saya
coba membuatnya sendiri," ucap pria kelahiran Surian Solok 30 November
1972 itu.
Di tengah kesibukan membuat kerupuk
merah di pabrik kecilnya di komplek perumahan Unand Gadut Kota Padang,
bapak empat anak itu menceritakan awalnya sama sekali tidak punya ilmu
membuat kerupuk merah, sehingga ketika dicoba pertama kali kerupuk yang
dibuat gagal karena salah dalam mengaduk adonan.
"Pengalaman pertama membuat kerupuk hasilnya keras, saya rugi Rp6 juta," ujarnya yang kini telah memiliki tujuh karyawan.
Ternyata ada yang tidak diajarkan oleh orang tempat ia belajar membuat kerupuk karena Ramalius hanya mengamati saja.
Rupanya
kesalahannya saat mengaduk dan mencampurkan adonan tepung tapioka,
garam dan pewarna makanan menjadi salah satu kunci agar kerupuk merah
yang dihasilkan bagus, lanjut dia.
Tidak patah
arang, Ramalius terus mencoba menyempurnakan kerupuk buatannya, hasilnya
dalam satu bulan ia mampu memproduksi hingga setengah ton sebulan.
"Saat itu semua masih manual, belum ada mesin, untuk bisa setengah ton sebulan saja repot," kata suami dari Yasnida itu.
Untuk
pemasaran ia sudah punya jaringan saat itu sehingga tidak sulit menjual
kerupuk yang dibungkus dalam kemasan lima kilogram yang kini dijual
Rp48 ribu.
Musibah Datang
Dua tahun
berjalan usaha kerupuk merah yang dirintis berkembang karena Ramalius
mulai menggunakan mesin dalam produksi sehingga dapat menghasilkan dua
ton per bulan.
"Semua mesin saya rancang sendiri karena belum ada pabrik yang membuat mesin khusus untuk memproduksi kerupuk merah," kata dia.
Namun
musibah datang menghampiri Ramalius, karena kompor meledak tempat
usahanya terbakar pada 2006 menyebabkan seluruh alat produksinya ludes.
Tidak hanya peralatan, kaki Ramalius juga sempat disambar api sehingga mengalami luka bakar ketika itu.
"Uang habis, oven dan semua peralatan produksi juga tidak bisa dipakai," keluhnya.
Karena ingin terus melanjutkan usahanya yang telah menghidupinya, Ramalius mencoba mencari pinjaman modal untuk mulai kembali.
Berdasarkan anjuran tetangga ia mengajukan permohonan bantuan modal usaha ke Lembaga Amil Zakat (LAZ) PT Semen Padang.
"Alhamdulillah
permohonan ditanggapi LAZ Semen Padang dibantu Rp10 juta yang langsung
dibelikan alat alat, berupa mesin potong , alat pengaduk dan oven," kata
dia.
Usai musibah itu Ramalius kembali memulai produksi kerupuk merah dan produknya mendapatkan pasar yang cukup luas.
Setelah tiga tahun berjalan ia pun membeli satu mobil boks untuk memaksimalkan pemasaran sehingga usaha semakin berkembang.
"Karena
ingin maju keuntungan sebagian saya tabung akhirnya bisa beli mobil
boks untuk mengantar kerupuk, dulu hanya menunggu orang menjemput,
dengan ada mobil pemasaran lebih mudah," paparnya.
Kini
rata-rata sehari ia mampu memproduksi kerupuk merah hingga satu ton
dibantu tujuh orang karyawan. Meski usahanya sudah besar, Ramalius tetap
terlibat langsung dalam proses produksi demi menjaga kualitas.
Sambil
terus mengaduk campuran adonan tepung tapioka, tepung kanji, garam dan
pewarna makanan dalam gentong berwarna biru menggunakan sendok kayu
berukuran satu meter, Ramalius mengawasi setiap proses pembuatan hingga
menjemur.
Setelah adonan tercampur dengan
sempurna beberapa pekerja mulai mempersiapkan oven besar berukuran 1x2
meter untuk memasak adonan itu dengan kayu bakar .
"Walaupun pengadukan sudah bagus pengapian tidak baik maka hasilnya akan jelek," kata dia.
Adonan
berbentuk bubur itu dimasak dalam cetakan berbentuk batangan dengan
panjang satu meter direbus selama tujuh jam dan setelah dingin didiamkan
selama dua hari.
Setelah batangan kerupuk
didinginkan selama dua hari dilanjutkan dengan memotong tipis
menggunakan mesin yang ia ciptakan sendiri.
"Usai
dipotong kerupuk akan dijemur memanfaatkan panas matahari di mana jika
cuaca bagus bisa 45 ton sebulan diproduksi," katanya.
Setiap
pagi proses kerja akan dimulai dari memotong batangan yang sudah
didinginkan untuk dijemur, dilanjutkan dengan membuat adonan hingga
memasaknya.
Ramalius mengakui produksi kerupuk
bergantung cuaca karena harus dijemur, sebelumnya ia mencoba membuat
mesin pengering tapi jebol, akhirnya saat ini kalau hujan akan
menghambat pembuatan.
Saat ini untuk pemasaran, Ramalius sudah punya pasar sendiri bahkan ia mengaku kewalahan memenuhi permintaan.
"Pelanggan biasanya menelepon minta berapa lalu diantar dengan mobil boks, ada juga yang menjemput ke pabrik," kata dia.
Ia mengatakan kerupuknya dipasarkan di Padang, Dharmasraya hingga ke Jambi dan Bandung.
Sinergi Usaha
Memaksimalkan
pemasaran kerupuknya, Ramalius menjalin kerja sama dengan produsen mi
kuning di mana ia membantu memasarkan mi sebaliknya pengusaha mi juga
menolong pemasaran kerupuknya.
"Kalau orang butuh mi, pasti perlu kerupuk sebagai pelengkap, berapa mi terjual sebanyak itu pula kerupuk diperlukan," ucapnya.
Ia bahkan mengaku belum sanggup memenuhi tingginya permintaan karena masih banyak yang belum terlayani.
"Kerupuk yang dibuat hari ini sudah dipesan dua minggu lalu, kalau pesan sekarang baru dua pekan ke depan diantar," kata dia.
Untuk
bahan baku saat ini ia juga sudah bekerja sama dengan pabrik yang ada
di Medan yang langsung mengantarkan ke pabrik miliknya.
"Dulu
susah karena membeli sendiri ke pasar, sekarang sudah ada yang
mengantar, setiap bulan sekitar 45 ton tepung diantar," ucapnya.
Terkait suka duka dalam menjalankan usaha Ramalius menceritakan yang paling sulit mengelola karyawan.
"Sulit
ditebak apa maunya, kalau ingin gaji besar diberi borongan tapi juga
tidak maksimal, kalau harian kurang giat bekerja," kata dia.
Akhirnya ia mencoba membangun komunikasi dengan karyawan agar paham apa yang diinginkan.
Belajar dari pengalamannya mengelola usaha ia menemukan satu kunci yaitu menjaga kualitas barang agar tetap konsisten.
"Kalau barang tidak bagus, orang tidak mau lagi membeli, pembeli akan memilih mana kerupuk yang bagus," ujarnya.
Untuk itu, ia selalu disiplin mengawasi setiap proses apalagi jika produksi sudah banyak peluang hasil tidak bagus juga besar.
Ke depan, ia punya rencana untuk memperluas usahanya dengan membuat pabrik baru agar produksi lebih meningkat.