BI: masyarakat jangan panik berlebihan terhadap pelemahan rupiah
Kamis,2015-08-27,11:37:21
Mata Uang Rupiah.
(Berita Dunesia) Manado - Kepala Bank Indonesia (BI) Perwakilan Sulawesi
Utara (Sulut) Peter Jacobs berharap masyarakat tidak panik berlebihan
atas pelemahan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).
"Rupiah yang terus melemah hingga mencapai Rp14 ribu per dolar AS,
saya harapkan tidak membuat masyarakat ikut panik yang berlebihan," kata
Peter di Manado, Kamis.
Dia mengatakan keadaan nilai rupiah tidak terlalu mengkhawatirkan,
seperti yang dibicarakan. Nilai tukar rupiah, bukan satu-satunya mata
uang yang mengalami tekanan, beberapa mata uang negara lain juga
tertekan oleh mata uang dolar.
"Jadi kalau dilihat dari itu, sebetulnya kita tidak perlu terlalu
khawatir, memang yang harus kita tekankan ke depan itu bagaimana
mengurangi impor, makanya pengusaha diminta coba lihat apa produk impor
yang bisa buat di sini," ungkapnya.
Tertekannya nilai tukar rupiah, katanya, memang disebabkan oleh
faktor internal maupun eksternal. Tekanan eksternal yakni pengaruh
ekonomi global, antara lain adanya ketidakpastian baru yang diciptakan
bank sentra Amerika Serikat (AS) yakni The Fed, lantaran dinilai ragu
menaikkan suku bunga.
Juga Tiongkok yang melakukan devaluasi mata uangnya, Vietnam juga melakukan hal yang sama, devaluasi mata uang negaranya.
Hanya saja, sebenarnya masyarakat tak perlu panik berlebih dengan
kondisi pelemahan rupiah yang terjadi. Sebab, nilai tukar
rupiahsekalipun terus terkoreksi, tetapi pelemahan tersebut tidak
turundratis, artinya fluktuasinya tetap dijaga.
"BI melakukan sejumlah kebijakan sebagai upaya menjaga nilai rupiah
tetap stabil, walaupun memang kita akui pengaruh ekonomi global cukup
membuat kita tertekan," jelasnya.
Sejumlah kebijakan telah ditempuh bank sentral Indonesia, antara
lain kebijakan fixed interest rate, menurunkan batas pembelian valas
dengan pembuktian dokumen underlying, dari yang berlaku saat ini sebesar
100 ribu dolar AS menjadi 25 ribu dolar AS per nasabah per bulan,
melakukan pembelian Surat Berharga Negara (SBN) dengan tetap
memperhatikan dampaknya pada ketersediaan SBN bagi inflow dan likuiditas
pasar uang dan beberapa kebijakan lainnya.