Situbondo - Taman Nasional Baluran, Kabupaten Situbondo,
Jawa Timur, mengembangbiakkan banteng jawa (bos javanicus) secara semi
alami sebagai langkah antisipasi mencegah kepunahan satwa tersebut.
"Sejak 2013 hingga sekarang, pengembangbiakan semi alami banteng
ini telah melahirkan tiga bayi banteng, yakni dua bayi jantan dan satu
bayi betina," kata Kepala Bidang Penyuluhan Taman Nasional Baluran
Siyanto di Situbondo, Minggu.
Akan tetapi, satu ekor bayi banteng berkelamin jantan mati pada
2014 sewaktu masih umur dua bulan. Tiga banteng muda itu merupakan hasil
pengembangbiakan satu ekor jantan dan dua betina.
Ia menjelaskan bahwa satu banteng jantan dan dua betina itu
didatangkan dari Taman Nasional Meru Betiri Jember. Diharapkan program
ini menjadi langkah untuk mencegah kepunahan banteng jawa.
Siyanto menjelaskan matinya bayi banteng yang diberi nama Gerhana
dalam usia dua bulan itu karena induknya tidak mau menyusui. Saat itu
dua induk banteng di penangkaran kerap bertengkar.
Menurut dia, untuk mengantisipasi dua induk banteng dengan nama
Tina dan Usi agar tidak bertarung, pihaknya kemudian mengambil langkah
dengan membuat pagar pemisah di penangkaran.
"Banteng jantan kami beri nama Tekad, dan dua bayi banteng yang
masih hidup sampai sekarang kami beri nama Doni dan Nina. Keduanya
merupakan anak dari indukan Nina, sementara Gerhana dari indukan Usi,"
katanya.
Ia mengemukakan merawat hewan yang dikenal galak dan suka
menyeruduk ini membutuhkan seorang tenaga perawat yang bertugas merawat
dan memberikan makan serta minum di penangkaran.
"Awalnya takut juga, tapi karena sudah terbiasa setiap hari
memberikan makan dan minum akhirnya banteng jantan maupun yang betina
akrab dengan saya," ujar Wahyudi, seorang perawat banteng di
penangkaran.
Editor: AA Ariwibowo
COPYRIGHT © ANTARA 2016