Permainan adu ketangkasan ini terdapat juga di daerah lain seperti di pulau Lombok yang disebut Perisaian. Perbedaan signifikan keduanya terdapat pada bentuk perisai.
Pada permainan Karaci, bentuknya bulat lonjong, sedangkan Perisaian bentuknya empat persegi.
Permainan ini biasanya dilakukan pada waktu malam hari oleh dua orang pria dewasa yang memakai pakaian pembungkus khusus agar tidak sakit jika terkena pukulan, masing-masing memegang tongkat pemukul (“Semambu”) dan sebuah perisai (=”Empar”) berbentuk bulat lonjong. Yang terbuat dari kulit kambing atau kerbau. Masing-masing pria jagoan mewakili kelompok yang diawali dengan gerak tari (“ngumang”) serta berpantun (“Balawas”), mencari tandingan atau musuhnya.
Setelah menjumpai lawan yang seimbang, maka mereka mulai pertarungan dengan saling mencari kesempatan untuk dapat memukul lawannya, atau berpukul-pukulan.
Di antara mereka terdapar 2 orang wasit pemisah yang masing- masing memegang tongkat pemisah (“pagala”) yang panjangnya sekitar 3-4 meter.
Untuk menyemarakkan suasana selama berlangsungnya pertarungan, permainan ini diiringi pula oleh gendang atau beduk dan gong.
Permainan dilakukan dalam 2 babak, yang mula-mula dengan “Oker Owe”, saat ujung tongkat pemukul bersentuhan lebih dahulu.
Babak kedua mencari kesempatan untuk memukul lawan dengan mengalahkannya, kemudian menari-nari (“ngumang”) di depan obor Bambu (=”bekas”) untuk memperagakan tubuhnya apakah ada bekas pukulan (“bilar”) atau tidak. Biasanya masing-masing jagoan dari masing-masing kelompok memiliki seorang “Sandro” (Dukun).
Karaci ini menunjukkan sifat Keberanian, Kejantanan, dan kekebalannya. Permainan ini pada masa kerajaan dilaksanakan di alun-alun istana. Namun sekarang ini diadakan dilapangan terbuka. Namun itupun hanya kadang-kadang saja.