JAKARTA - Melonjaknya kunjungan wisatawan ke situs Gunung Padang di Cianjur, Jawa Barat, lima tahun terakhir, mengancam kelestarian cagar budaya tersebut. Tanah di bagian teras Gunung Padang semakin padat sehingga air hujan sulit meresap akibat padatnya arus pengunjung.
Sejak mencuatnya spekulasi keberadaan piramida besar di dalam Gunung Padang pada 2012, kunjungan wisatawan ke situs itu naik signifikan. Dalam sepekan, wisatawan yang datang sekitar 58.000 orang.
Arkeolog Balai Arkeologi Jawa Barat, Lutfi Yondri, saat dihubungi dari Jakarta menyebutkan, selama 2015, jumlah pengunjung situs Gunung Padang mencapai 105.000 orang dan pada 2016 sebanyak 91.000 orang.
Kedatangan wisatawan terakumulasi pada hari Sabtu dan Minggu dengan jumlah wisatawan 7.000-8.000 orang.
Kondisi tersebut, menurut Lutfi, harus segera diantisipasi. Apalagi, sampai sekarang, belum ada regulasi tentang zonasi pengunjung di Gunung Padang.
Ribuan pengunjung yang berdatangan praktis hanya bertumpu pada ruang-ruang teras Gunung Padang yang luasnya hanya beberapa ratus meter.
Karena terlampau padat, setiap kali turun hujan deras, air di permukaan teras Gunung Padang sulit meresap. Apalagi, di situs tersebut tidak ada drainase sehingga air sulit mengalir.
Rawan longsor
Dengan kondisi seperti ini, situs Gunung Padang sangat potensial terancam longsor. Saat ini beberapa batuan di sisi timur laut teras 1 Gunung Padang sudah mulai longsor.
”Di sisi timur laut teras 2 juga ada rekahan tanah dan susunan batunya mulai tampak menganga. Karena tanahnya berupa lempung, saat hujan datang area ini akan rawan terjadi gerakan tanah,” ujar Lutfi.
Situs Gunung Padang merupakan struktur punden berundak berukuran besar. Susunan batu-batu di sana sangat sederhana, membentuk dinding teras tanpa ikatan yang kuat.
Sekian lama, struktur punden berundak di Gunung Padang bisa bertahan karena pengunjung yang datang masih relatif sedikit. Namun, begitu pengunjung membeludak, situs tersebut mengalami kelebihan kapasitas yang akhirnya mengancam struktur punden berundak di sana.
Bahkan, penelitian yang sempat dilakukan justru mempercepat kerusakan Gunung Padang, antara lain dengan membabat semak belukar lalu mengupas habis tanah di sekeliling situs yang memicu potensi kerawanan longsor.
Sebelumnya, Ketua Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia Junus Satrio Atmodjo pernah mengingatkan, aktivitas ekskavasi sekaligus ledakan kunjungan wisatawan di situs Gunung Padang dikhawatirkan merusak kawasan cagar budaya tersebut.
Kedatangan puluhan ribu wisatawan turut memperparah kerusakan situs karena banyaknya sampah, aksi coret-coret, dan bebatuan yang tergeser.
Awasi terus-menerus
Menanggapi kondisi Gunung Padang, Kepala Balai Pelestarian Cagar Budaya Banten Saiful Mujahid menjelaskan, pihaknya terus-menerus berkoordinasi dengan Balai Arkeologi Jabar untuk memantau situasi Gunung Padang. Wilayah tugas Saiful mencakup hingga ke Cianjur.
”Kami telah menempatkan juru pelihara di situs Gunung Padang. Kami telah menginstruksikan kepada juru pelihara agar selalu mengomunikasikan kondisi terkini Gunung Padang. Juru pelihara adalah ujung tombak di lapangan,” paparnya.
TTRM mengklaim beberapa temuan baru, seperti adanya koin logam, semen purba, batu bulat (rolling stone), dan ”kujang” Gunung Padang. Namun, temuan-temuan itu masih menuai kontroversi karena banyak arkeolog dan geolog membantahnya. (ABK)
SumberHarian Kompas,