JAKARTA - Tatapan mata langsung tertuju pada sebuah kubah hitam yang terbuat dari batu pualam di bagian tengah Taman Pemakaman Umum Petamburan, Jakarta Pusat. Bangunan tersebut tampak kontras dengan kuburan di sekitarnya yang beukuran tak sampai satu meter.
Kaki terus berjalan hingga akhirnya mendapati pagar besi dicat emas yang mengelilingi bangunan tersebut, ada patung-patung bergaya Yunani terbuat dari batu pualam putih.
Dari dekat barulah terlihat ada dua batu nisan bertuliskan nama OG Khouw dan Lim Sha Nio. Siapa pun mereka, jelas bukan orang sembarangan melihat bangunan pelindung makam, mausoleum yang begitu megahnya.
"OG Khouw adalah orang kaya pada zamannya. Khouw lahir di Batavia, meski keturunan Tionghoa, Khouw tak dapat berbahasa Mandarin dan banyak tinggal di Eropa," kata Ketua Komunitas Love Our Heritage, Adjie ditemui di Taman Pemakaman Umum Petamburan, Jakarta.
Adjie bercerita ketika pertama kali komunitas Love Our Heritage berkunjung ke mausoleum OG Khouw di akhir tahun 2009, bangunannya sudah sangat tak terawat. Betapa terkejutnya ia ketika siang hari, langsung ada suara cekikik seorang perempuan. Padahal ia datang di siang hari.
Dari keprihatinan tersebut komunitas Love Our Heritage akhirnya mulai membersihkan dan merawat rutin mausoleum OG Khouw. Bagi Adjie dan kawan-kawan, bangunan ini adalah bagian dari sejarah yang harus dirawat.
"Setelah Indonesia merdeka, makam ini terakhir dikunjungi oleh keluarga tahun 80-an. OG Khouw dan Lim Sha Nio tidak punya keturunan," kata Adjie.
Dari yang tadinya kotor dan suram, berangsur mausoleum OG Khouw menjadi lebih baik. Dengan penambahan pintu, perbaikan marmer yang sudah mau rubuh, dan penambahan lampu di ruang bawah tanah.
Sayangnya beberapa barang yang sudah rusak dan hilang tak diganti kembali. Juga atap mausoleum yang mencapai tinggi sembilam meter, membuat aktivitas pembersihan jadi menantang.
Di ruang dengan luas lima meter tersebut terdapat sepasang patung dinding, yang ditebak adalah wajah OG Khouw dan sang istri Lim Sha Nio. Di tengahnya terdapat ruang besar yang tak memiliki pintu, dilapisi marmer putih.
"Bangunan ini sebenarnya sangat terencana, dengan lubang untuk aliran air agar tak banjir, lubang ventilasi udara, dan panel listrik. Sayang sudah tak berfungsi, dan pintunya yang terbuat dari jati gagang dari kuningan sudah hilang," kata Adjie.
Daya Tarik Wisata
Mausoleum OG Khow yang disebutkan konon adalah bangunan makam terbesar di Asia Tenggara sebenarnya menjadi daya tarik bagi para pecinta sejarah. Adjie menyebutkan saat sedang membersihkan mausoleum tak jarang ada wisatawan asing yang berkunjung.
"Waktu itu pernah ada wisatawan asal Belgia, saya tanya tahu dari siapa? Katanya tahu dari internet. Pernah juga ada penulis buku dari Belanda yang berkunjung ke sini," kata Adjie.
Perawatan mausoleum yang mengandalkan swadaya ini juga terhambat karena tak diakui keberadaannya sebagai cagar budaya.
Padahal mausoleum seperti milik OG Khouw yang kaya akan desain bangunan dan kisah di baliknya memiliki potensi besar untuk menjadi destinasi wisata sejarah Jakarta.
EditorI Made Asdhiana