Obsesi Makanan Sehat Bisa Datangkan Bencana
Selasa,2017-10-17,11:52:03
(Berita Dunesia)
KOMPAS.com - Dianggap paling menyehatkan dan bisa menurunkan berat badan, demam pola makan bersih (clean eating) masih melanda dunia. Istilah clean eating bisa diartikan sebagai pola makan sehat yang lebih alami atau dimasak dengan sehat.
Penganut clean eating biasanya akan menghindari bahan makanan mengandung gluten (protein dalam tepung), gula, susu dan semua produk hewani, serta makanan yang dipores. Sebagian lagi bahkan hanya mengasup makanan vegan dan seluruhnya mentah.
Pada dasarnya pola makan ini dianjurkan karena menempatkan kesehatan dan kebugaran sebagai prioritas. Tetapi, lain ceritanya jika sudah menjadi sebuah obsesi.
Para ahli psikolog menyebut obsesi itu sebagai "Orthorexia nervosa". Istilah ini diciptakan tahun 1990-an oleh Steven Bratman, dokter di San Francisco, AS. Dalam beberapa tahun terakhir ia melihat ada peningkatan insiden gangguan pola makan ini yang terkait dengan diet clean eating.
Menurut profesor psikologi Patrick Denoux, orang yang memiliki orthorexia adalah "tawanan dari berbagai aturan yang dibuatnya sendiri".
Karena menetapkran aturan yang ketat soal apa yang boleh dimakan olehnya, penganut clean eating yang obsesif akan mengisolasi dirinya. Misalnya saja mereka akan menghindari acara sosial yang melibatkan makan-makan. Dalam kasus ekstrem, hal ini bahkan membahayakan nyawa.
Salah satu contoh adalah pasien ahli nutrisi Sophie Ortega yang mengalami kekurangan vitamin B12 sehingga penglihatannya terganggu. Vitamin itu bisa kita temukan pada telur, produk susu, daging dan ikan. Itu sebabnya penganut vegetarian sering kekurangan vitamin B12 jika tidak menggantinya dengan suplemen.
"Pasien saya itu lebih memilih kehilangan penglihatannya dari pada menyangkal komitmennya kepada binatang," kata Ortega.
Berbeda dengan anoreksia dan bulimia, orthorexia memang belum dimasukkan dalam diagnosis medis. Para ahli menyebut gangguan makan ini lebih mirip dengan phobia.
Orthorexia bisa diatasi dengan melakukan terapi perilaku kogntif yang akan mengarjkan pasien untuk menghadapi kecemasannya terhadap makanan serta teknik rileksasi.
Penulis : Lusia Kus Anna
Editor : Lusia Kus Anna
Sumber : The Independent